30 Maret 2009

Hati kami pun ikut menjerit

Gemeretak suara tembok tanggul seakan-akan memberikan tanda kepada warga Gintung untuk tetap waspada, para pemuda Gintung segera berjaga-jaga sementara sebagian penduduk lain terlena dibuai oleh dinginnya malam. Detik demi detik seakan-akan bom waktu yang setiap saat siap untuk meledak … kumandang doa dan zikir tidak pernah lepas dari para pemuda yang berjaga-jaga.

Allahu Akbar….Allahu Akbar….kumandang azan terdengar sayup dari Mesjid yang tidak berapa jauh dari lokasi tanggul, para pemudapun segera bergegas menuju mesjid …belumlah selesai pangilan azan tersebut….tiba-tiba terdengar suara gemuruh, air bah meluncur, menerjang dan menenggelamkan semua yang ada didepannya, para pemuda pun yg hendak melaksanakan sholat shubuh ikut hanyut terbawa oleh arus air yg begitu derasnya ….mereka hanyut bersama Mesjid tempat mereka akan melaksanakan sholat.

Para pendudukpun berlari kocar kacir berusaha menyelamatkan diri dan sanak saudaranya, mereka semua panik, tidak ada yang menduga bahwa tanggul akan jebol pagi dini hari, namun apa mau dikata? Allah sudah menggariskan ini semua.

Alam terlihat marah …. Langit gelap….air menerjang di setiap tempat yang dilalui tanpa mau perduli siapa yang ada di depannya, tangisan dan jeritan tidaklah mampu menahan terjangan sang air bah.

Habis sudah …harta, keluarga dan sanak family hilang ditelan air bah…tak ada lagi yang tersisa…..suara jeritan dan tangisan dari sanak saudara yg kehilangan keluarganya begitu meluluh lantakan hati…jenasah ada dimana-mana.

Mbak, keluarga temanku ada yang terkena musibah Gintung juga, Dian memberi kabar padaku. Nenek, kakak serta ketiga anaknya ikut hanyut terbawa air bah…sampai sekarang belum diketemukan, temanku masih di Aussie, sore ini aku ingin melihat kondisi keluarganya, gimana mbak? Tanya Dian.

Seharusnya hari ini kami mengadakan pertemuan untuk even Baksos, langsung saja aku putuskan untuk menunda pertemuan ini dan meminta Pungki, Tien dan m.Erry untuk bergabung dengan Dian menuju lokasi.

Segera kami mempersiapakan bantuan untuk para korban, ditengah jalan aku mendapat informasi kalau kita belum bisa tembus kelokasi kejadian, akhirnya kami putuskan untuk mencari di RS. Fatmawati.

Kami membawakan nasi bungkus, minuman serta obat-obatan untuk diberikan kepada keluarga korban…. kami langsung menuju UGD, ternyata tinggal satu korban yang masih dalam perawatan, kami tidak bisa mengajaknya bicara karena beliau masih terlihat shock, kemudian salah seorang satpam mengarahkan kami untuk menuju kekamar jenasah.

ini adalah kali pertama kami langsung terjun membantu untuk korban bencana, mendengar kamar jenasah, hati kami sedikit bergetar…terlebih kami semua adalah wanita dan hanya ditemani oleh mas Erry, terbayang sudah suasana kedukaan, dengan saling menguatkan kami tetap melangkahkan kaki keruang jenasah.

Ternyata dugaan kami tidak meleset sama sekali, suasana begitu hiruk pikuk…suara tangisan terdengar dimana-mana, dengan sigap aku, Pungky dan Dian segera menerobos masuk, Dian mencari tau keberadaan keluarga kawannya, sementara aku dan Pungky memberikan bantuan yang kami bawa untuk para keluarga korban.

Alhamdullilah foto sang Nenek, Kakak dan satu anaknya sudah terpasang di papan dan Dian mendapat informasi jenasah juga sudah di ambil, artinya tinggal dua anak lagi yang belum diketemukan, satunya berumur 12 th, adiknya berumur satu tahun.

Kulihat Dian terus memberikan kabar kondisi disini kepada temannya, sementara aku terpaku melihat seorang laki-laki yang sedang meratap disudut bangku kamar jenasah Rs. Fatmawati, ternyata beliau adalah pak Oscar Anwar sutradara TVRI.

Beliau terlihat sangat terguncang, airmata terus membasahi wajahnya, beliau kehilangan keempat anaknya, empat jenasah yang terbaring kaku diruang jenasah itu adalah anak-anaknya pak Oscar, mereka pergi tanpa sempat berpamitan kepada sang Ayah yang disaat kejadian sedang bertugas di Semarang, sementara sang istri masih belum diketemukan, hanyut terbawa oleh keganasan air bah.

“apa salah dan dosaku sampai Allah menggambil semua ini dariku, kenapa aku tidak juga ikut mati, aku gak bisa hidup tanpa istri dan anak-anakku, siapa lagi yang menyayangi diriku, ratapan pak Oscar begitu memilukan hati….aku terdiam dan hanyut terbawa oleh suasana duka.


Pak Oscar mencium jenasah terakhir dari salah seorang anaknya sebelum kafan penutup muka ditutup … kemudian satu persatu jenasah dimasukkan ke mobil jenasah, 4 buah mobil jenasah keluar beriringan, sirine meraung-raung, seakan memahami hati kami yg ikut meraung menyaksikan suasana duka tersebut.

Qalam (pena) telah selesai menulis dan segala yang akan menimpa kita telah ditentukan, oleh karena itu, janganlah kita merasa menyesal terhadap sesuatu yang bukan menjadi milik kita. Jangan mengira kita dapat mencegah pagar untuk tidak jatuh, air untuk tidak menetes, angin untuk tidak berhembus, atau gelas untuk tidak pecah. Kita tidak dapat melakukan itu semua, mau atau tidak mau, semua yang telah ditentukan akan terjadi.

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya.” (al-Hadid (57):22)

Sampaikanlah kepada malam akan datangnya pagi, berikut cahayanya yang akan menembus gunung dan lembah-lembah. Ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, berikanlah jalan keluar kepada saudara-saudaraku yang terkena musibah secepat kecepatan cahaya atau secepat kedipan mata.

Situ Gintung, March 27, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar