27 Mei 2009

Nikmatnya Ma'rifat

Sepoi angin malam menghembus lemah dari celah-celah jendela kamarku, sapaan sang angin, begitu menyejukkan badanku....
Pikiranku pun melayang jauh....membawa angan keharibaanMU.

Mataku pun tertutup rapat....namun kalbuku terbuka, menunggu kedatangan kasihMu, bagaikan bunga yang hendak bermekaran....

Kekasihku....isi hatiku dengan kata-katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu....biar mataku berbinar....biar senyumku tersungging indah

Lalu....dengan apakah ku bandingkan pertemuan kita ini kasihku?

"Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong di dalam gua mereka kesebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka kesebelah kiri sedang mereka masih berada dalam tempat luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin yang dapat memberi petunjuk," (Kaff 18:17)

18 Mei 2009

Mukasafah pertamaku (10-05-09)


Sang Fajar terbit begitu indah, sinarnya memancar hingga ke relung kalbu
Pagi ini, Sang Guru berkehendak mengantarku sampai kepada penyaksian.
Dalam damai, aku duduk bertafakur bersama sang Waliy Mursidan
Suasana begitu hening….hening sekali bahkan suara jantungku pun bisa kudengar.

Ku tundukan kepalaku lebih dalam , dengan hati yang ikhlas, ku pasrahkan diriku kepadaNya, aku hanya hendak bertemu dengan Mu, Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri Engkau kepadaku, agar dapat kulihat.

Tiba-tiba terang menyelimuti semesta, sejuta bintang ada di atasku….indah….begitu indah, hatiku terasa damai…..air mengalir di kakiku dan Cahaya itu terus memancarkan keindahannya, Bulan,Bintang, Kilat, dan Matahari semua begitu dekat dan sinarnya menyinari tubuhku, aku tergugu, tidak ada lagi kata-kata yang bisa ku ucapkan.

Tiga Puluh Enam tahun sudah aku mencariMu, kini aku menyaksikanMu, kujeritkan kepada dunia bahwa aku menyaksikanMu...aku menyaksikanMu dan aku berMarifatullah denganMu, Maha Suci Engkau!

Sungguh alangkah megahnya Engkau, kini aku mulai beriman kepada-Mu, Tuhan Semesta Alam.

Sudah cukup!…aku sudah tidak ingin apa-apa lagi dariMu, bahkan surgaMu pun tidak lagi ku inginkan.

Wahai Kekasihku, aku hanya ingin Engkau tetap hadir dalam nyata atau samar, tetapkanlah penglihatanku kepadaMu, ambilah pandangan majazi ini. Kurniakan ku CahayaMu sebagai penglihatanku, agar tidak ada lagi yang aku pandang melainkan hanya Engkau saja yang terlihat hingga sampai pada saatnya nanti Engkau menjemputku.

“Dan sesungguhnya telah kami adakan dilangit Bintang-bintang dan kami jadikan indah kelihatan bagi orang-orang yang memandang” (Al-Hijr 15: 16-17)

Tawajjuh


Tawajjuh ialah konsentrasi, perhatian penuh untuk menghadapkan wajah kepada Allah.

Tawajjuh dapat mengacu pada konsentrasi spiritual antara Mursyid dan Murid pada tataran makna yang lebih tinggi, Tawajjuh berarti perhatian Allah kepada si Fakir sudah menyambung.

Pada kesempatan demikian menyebabkan Wujud itu mewujud kepadanya, maka berlakulah baginya surat Al-An'am 6:162

"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup matiku, aku serahkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam"

Untuk itu si Fakir hendaklah mempersiapkan diri sebelum Tawajjuh

Berfirman Tuhan:
"Kamu takkan dapat melihatKu, tetapi lihatlah "gunung" itu jika gunung tetap berada ditempatnya, nanti kamu dapat melihat-Ku" Takkala terang Cahaya Tuhannya nampak di gunung itu, maka menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan (tidak ingat kepada dunianya) lagi. Setelah Musa bangun dari pingsannya, lalu ia berkata: "alangkah mengahnya Engkau, kini aku mulai beriman kepada-Mu dan aku baru mula-mula beriman Tuhan semesta Alam" (Al-A'raaf 7:143)

Ayat diatas merupakan ayat kias (mutasyabihat) diperuntukan bagi setiap umat, dan itu lah hasil tawajjuh.

Nabi Musa diturunkan untuk dicontoh dan diteladani. Beruntunglah mereka yang mau dan mampu mencontoh perjalanan hakekat dari Nabi Musa kemudian mengikuti perjalanan dunianya Nabi Muhammad SAW.

Sebenarnya perjalanan Nabi Muhammad, untuk menuju kepada Tuhan sudah dicontoh pula, sebagaimana ucapan Nabi "Marifat itu modal dasarku"

"Orang-orang yang mengetahui, bahwa mereka akan beriman kepada Tuhannya" (Al-Bagarah 2:45)

Itulah orang yang menyakini untuk ber Tawajjuh.

Wujud itu adalah Maha Ghaib, tetapi Dia juga Maha Pasti, maka dengan kepastian-Nya itulah umat dapat menemui-Nya. KeberadaanNya yang amat dekat dengan umat-Nya, dapat menjamin keselamatan dan ketentraman setiap umat yang telah mengenal eksistensi WUJUD NYA.

Perjalanan ini memerlukan bimbingan oleh seorang Guru Mursyid. kesulitannya, bahwa Mursyid itu tidak menampakkan diri. Maka dikatakan langka, dimaksudkan langka karena tidak menampilkan figur. Namun bagi sesorang yang benar-benar menjadi Fakir kepada Allah, maka niat baik tersebut pasti akan sampai.

Mereka yang belum menemukan ilmu Marifatullah (mengenal Wujud), maka Wujud yang disembahnya menjadi samar atau ghaib. Perjalanan seseorang menuju kepada-Nya menjadi tidak pasti atau samar.

"Dialah (Allah Ta'ala) yang awal dengan tiada permulaan, dan yang akhir, tiada berakhir dan yang nampak, dan yang samar' (Al-Hadid 57:3)

Penampakan dengan kepastian itulah, dasar penyembahan manusia kepada Wujud-Nya. Bila yang disembah itu tidak jelas atau ghaib, maka hal yang demikian sama dengan dibalik tirai.

Bila penyembahan serta hubungan kepada Allah dibalik tirai, maka samalah Insan dengan mahluk selain manusia. Perbuatan demikian adalah sia-sia, dan itulah yang diingatkan Nabi Ibrahin kepada bapaknya didalam surat Maryam 19: (42&43)

"Ketika dia berkata kepada orang tuanya, Wahai Bapakku, "kenapa engkau menyembah kepada yang tidak melihat dan terlihat, tentu hal demikian tidak berguna sedikitpun. Wahai orang tuaku, sesungguhnya aku telah memperoleh ilmu yang belum engkau ketahui. Sebab itu ikutlah aku, niscaya akan aku tunjukkan WujudNya kepadamu"

Nabi Ibrahim yang telah menerima ilmu laduni dari sisi Allah (surat Al-Khafi 18:65), dan telah diizinkan Allah sebagai Guru Besar Tauhid. Beliau telah berhasil Memarifatkan Ismail, yang di simboliskan dengan qurban (bukan qurban domba). Lalu Nabi Ibrahim ingin memarifatkan orang tuanya, namun orang tuanya menolak.

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw mengingatkan :

"JANGAN ENGKAU BERIKAN ILMU BERMANFAAT ITU KEPADA ORANG YANG TIDAK MEMERLUKAN, ITU ADALAH ZALIM. DAN JANGAN PULA ENGKAU TIDAK MEMBERIKAN KEPADA ORANG YANG MEMERLUKAN, DAN ITU JUGA ZALIM"

Waliy Mursidan itu Perlu


Suatu hari Suami ku bertanya:

Apakah ada peradaban yang lebih baik dari Islam? TIDAK!!

Hmm..kadang aku berpikir, apa kunci Rasulullah hingga mampu membangun satu peradaban baru hanya dalam waktu 23 tahun...?

Barangkali kuncinya seperti tergambar dalam surat al-Jum'ah / 67:2.

" Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,.."

Beliau menjalankan tiga tugas utama:

1. Tilawah, membacakan ayat-ayat Allah. Memperkenalkan kepada orang-orang tentang adanya petunjuk 'langit', dan meyakinkan mereka tentang kebanaran ayat-ayat 'langit' itu.
2. Tazkiyah, mensucikan jiwa pengikutnya. Tanpa kesucian jiwa maka makna ayat-ayat yang dibacakan tak akan terpahami dengan baik, tak juga ayat-ayat itu terasakan sebagai penggerak yang memotivasi orang untuk mengamalkannya.
3. Taklim, mengajarkan ketentuan-ketentuan Allah (hukum, kitab) juga tujuan dan manfaat dari ketentuan-ketentuan tersebut (hikmah).

Sekarang ini fungsi tilawah telah banyak tergantikan oleh berbagai media. Kalau dulu hanya dibacakan oleh orang, sekarang ayat-ayat telah dibukukan, dikasetkan, di-CD/ VCD-kan, didigitalkan. Orang dapat mengaksesnya secara langsung. Untuk membacanya pun sudah banyak tersedia kursus-kursus yang dapat melatihkannya dengan berbagai metode yang sangat cepat.

Fungsi taklim masih berjalan terus, bahkan makin banyak ustadz yang memimpin majlis-majlis taklim, baik langsung maupun menggunakan fasilitas distance learning melalui radio/tv dan internet.

Yang jadi masalah adalah fungsi tazkiyah. Rasulullah s.a.w. mentazkiyah jiwa para sahabat sebelum mentaklim mereka. Jiwa para sahabat sudah tersucikan lebih dulu sebelum mendapatkan taklim. Tapi siapa yang mentazkiyah diri kita saat ini? Untuk tilawah kita dapat menggunakan berbagai multi media ayat yang banyak tersebar dengan harga murah. Untuk taklim kita dapat mendatangi majlis taklim, halaqah, liqa', dan mabit; menjumpai para ustadz dan murabbi. Tapi semua itu kita lakukan dengan qalbu yang kotor karena tidak mengalami tazkiyah lebih dulu.

Adakah para ustadz/kyai itu dapat mentazkiyah jiwa kita. Apakah para murabbi kita juga sudah tersucikan jiwanya sehingga mampu mentazkiyah kita? Kadang kita katakan, tak perlu tazkiyah secara formal, lakukan saja ibadah-ibadah yang ada dengan ikhlas dan tekun, nanti jiwa akan tertazkiyah sendiri. Betulkah? Bagaimana kita dapat ikhlas kalau belum tazkiyah. Bagaimana akan termotivasi dan tekun beribadah kalau masih banyak kotoran jiwa? Jadi berputar-putar dong, untuk tazkiyah perlu ibadah, tapi untuk ikhlas dan tekun ibadah diperlukan tazkiyah lebih dulu...

Kita katakan tak perlu ada tazkiyah secara formal, juga tak perlu ada orang yang mentazkiyah kita, karena kita memang belum mengetahui pentingnya dua hal itu. Rasulullah s.a.w. mendapatkan tilawah, tazkiyah, dan taklim dari malaikat Jibril. Para sahabat mendapatkannya dari Rasul s.a.w. Para tabi'in dari para sahabat... begitu seterusnya. Tapi lagi-lagi, siapa yang mentazkiyah kita saat ini? Kadang kita terlalu arogan dengan mengatakan tak perlu tazkiyah dan orang yang mentazkiyah, karena hubungan kita dengan Allh SWT bersifat langsung dan individual, tak memerlukan perantara. Tapi betulkah kita, dengan segala kekotoran kita dapat terhubung langsung dengan Allah? Bukankah Rasulullah s.a.w. sebelum mikraj pun ditazkiyah dulu qalbunya oleh Jibril?

Masukilah rumah lewat pintunya. Pelajarilah agama melalui sumbernya. Seraplah cahaya ilahiah melalui salurannya. Mursyid itu perlu... Kita gak kan pandai tanpa guru (bukankah dikatakan, siapa yang belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan...).
Jiwa tak kan terbersihkan tanpa ada yang men-tazkiyah- nya.

Tentu jangan sembarang orang kita jadikan mursyid. Bagaimana ia akan men-tazkiyah diri kita kalau dia pun belum tersucikan jiwanya. Carilah mursyid yang berkualifikasi wali. Bukan wali murid, atau wali nikah, tapi wali Allah.

06 Mei 2009

Gadis Kecil Yatim diSudut Kota

Seharusnya hari ini aku ikut bergabung dengan Tien dan Pungki utk mengunjungi anak-anak Ananda namun kondisi badanku agak tidak memungkinkan untuk bergabung dengan mereka, akhirnya aku ijin utk tidak ikut ke Cileduk.

Siang itu ditengah aku sedang berbaring dan menikmati rasa sakitku, tiba-tiba telp di ujung sana berbunyi, Tien bercerita bahwa Ica sekarang kembali ke rumah neneknya, awalnya aku enggan mendengar kan lebih lanjut cerita Tien, karena aku sdh dapat membayangkan apa yang terjadi dengan Ica, namun Tien terus bercerita apa penyebab Ica minta kembali pulang kerumah neneknya, hati ku begitu perih mendengar cerita Tien, yang kuduga selama ini, akhirnya terjadi juga, terbayang wajah lugu Ica dan kesedihan hatinya mengalami ini semua.

Aku teringat akan cerita Gadis Yatim diSudut Kota Madinah, Dikisahkan, pada suatu hari Rasullulah sedang berjalan menuju mesjid, dalam perjalanan menuju mesjid tiba-tiba Rasulullah melihat seorang gadis kecil yang sedang duduk terpekur di sudut jalan. Lalu Rasullulah menghampirinya, ketika gadis kecil itu melihat laki-laki mulia itu mendekat, ia buru-buru menyembunyikan wajah dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.

Rasulullah meletakan tangannya yang sewangi bunga mawar di atas kepala gadis kecil itu. Lalu, dengan suara lembut beliau bertanya kepada anak kecil itu, “Anakku, mengapa engkau menangis? Bukankah hari ini Hari Raya? Kenapa engkau malah bersedih?Sambil terisak gadis kecil itu bercerita, “ Pada Hari Raya yang suci ini, semua anak ingin merayakan bersama orang tua dengan kebahagiaan. Ketika aku melihat anak-anak seumuranku sedang bermain gembira, aku teringat pada ayahku, itulah yang membuatku menangis. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu untuk siapa lagi aku menangis?”.

Seketika hati Rasullulah diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang, ia membelai rambut anak itu sambil berkata, “anakku, hapuslah airmata mu, angkatlah wajahmu, dan dengarkan apa yang akan aku katakan padamu. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu?

Dengan berlinang airmata sambil memeluk sang Rasullulah gadis kecil itu mengangukan kepalanya, hati gadis kecil itu diliputi kebahagiaan yang tak terlukiskan. Sejak saat itu si gadis kecil yatim selalu mengatakan dengan bangga , kini aku memiliki seorang ayah!

Kisah ini mirip sekali dengan jalan hidup Ica, namun sayangnya kebahagian Ica tidaklah berlangsung lama seperti gadis kecil yatim disudut kota Madinah, Ica yang yatim itu hanya bisa berbangga diri sesaat saja, sebab Ica hanya bisa merasakan memiliki seorang Ayah pengganti hanya sesaat...

Ironis memang perjalanan hidup Ica, penuh dengan airmata dan liku-liku, namun aku berharap dengan apa yang terjadi dalam kehidupan Ica membuat Ica menjadi seorang anak yatim yang mulia.

“Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan agama. Mereka itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menolong memberi makan orang miskin”. (QS. Al-Ma’un: 1-3)

Semoga kita tidak termasuk kelompok manusia yang digambarkan oleh Allah sebagai orang-orang yang mendustakan agama dan kita berlindung kepada Allah dari kebakhtilan dan sifat-sifat yang bisa membuat kita menjadi hina.