18 Mei 2009

Tawajjuh


Tawajjuh ialah konsentrasi, perhatian penuh untuk menghadapkan wajah kepada Allah.

Tawajjuh dapat mengacu pada konsentrasi spiritual antara Mursyid dan Murid pada tataran makna yang lebih tinggi, Tawajjuh berarti perhatian Allah kepada si Fakir sudah menyambung.

Pada kesempatan demikian menyebabkan Wujud itu mewujud kepadanya, maka berlakulah baginya surat Al-An'am 6:162

"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup matiku, aku serahkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam"

Untuk itu si Fakir hendaklah mempersiapkan diri sebelum Tawajjuh

Berfirman Tuhan:
"Kamu takkan dapat melihatKu, tetapi lihatlah "gunung" itu jika gunung tetap berada ditempatnya, nanti kamu dapat melihat-Ku" Takkala terang Cahaya Tuhannya nampak di gunung itu, maka menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan (tidak ingat kepada dunianya) lagi. Setelah Musa bangun dari pingsannya, lalu ia berkata: "alangkah mengahnya Engkau, kini aku mulai beriman kepada-Mu dan aku baru mula-mula beriman Tuhan semesta Alam" (Al-A'raaf 7:143)

Ayat diatas merupakan ayat kias (mutasyabihat) diperuntukan bagi setiap umat, dan itu lah hasil tawajjuh.

Nabi Musa diturunkan untuk dicontoh dan diteladani. Beruntunglah mereka yang mau dan mampu mencontoh perjalanan hakekat dari Nabi Musa kemudian mengikuti perjalanan dunianya Nabi Muhammad SAW.

Sebenarnya perjalanan Nabi Muhammad, untuk menuju kepada Tuhan sudah dicontoh pula, sebagaimana ucapan Nabi "Marifat itu modal dasarku"

"Orang-orang yang mengetahui, bahwa mereka akan beriman kepada Tuhannya" (Al-Bagarah 2:45)

Itulah orang yang menyakini untuk ber Tawajjuh.

Wujud itu adalah Maha Ghaib, tetapi Dia juga Maha Pasti, maka dengan kepastian-Nya itulah umat dapat menemui-Nya. KeberadaanNya yang amat dekat dengan umat-Nya, dapat menjamin keselamatan dan ketentraman setiap umat yang telah mengenal eksistensi WUJUD NYA.

Perjalanan ini memerlukan bimbingan oleh seorang Guru Mursyid. kesulitannya, bahwa Mursyid itu tidak menampakkan diri. Maka dikatakan langka, dimaksudkan langka karena tidak menampilkan figur. Namun bagi sesorang yang benar-benar menjadi Fakir kepada Allah, maka niat baik tersebut pasti akan sampai.

Mereka yang belum menemukan ilmu Marifatullah (mengenal Wujud), maka Wujud yang disembahnya menjadi samar atau ghaib. Perjalanan seseorang menuju kepada-Nya menjadi tidak pasti atau samar.

"Dialah (Allah Ta'ala) yang awal dengan tiada permulaan, dan yang akhir, tiada berakhir dan yang nampak, dan yang samar' (Al-Hadid 57:3)

Penampakan dengan kepastian itulah, dasar penyembahan manusia kepada Wujud-Nya. Bila yang disembah itu tidak jelas atau ghaib, maka hal yang demikian sama dengan dibalik tirai.

Bila penyembahan serta hubungan kepada Allah dibalik tirai, maka samalah Insan dengan mahluk selain manusia. Perbuatan demikian adalah sia-sia, dan itulah yang diingatkan Nabi Ibrahin kepada bapaknya didalam surat Maryam 19: (42&43)

"Ketika dia berkata kepada orang tuanya, Wahai Bapakku, "kenapa engkau menyembah kepada yang tidak melihat dan terlihat, tentu hal demikian tidak berguna sedikitpun. Wahai orang tuaku, sesungguhnya aku telah memperoleh ilmu yang belum engkau ketahui. Sebab itu ikutlah aku, niscaya akan aku tunjukkan WujudNya kepadamu"

Nabi Ibrahim yang telah menerima ilmu laduni dari sisi Allah (surat Al-Khafi 18:65), dan telah diizinkan Allah sebagai Guru Besar Tauhid. Beliau telah berhasil Memarifatkan Ismail, yang di simboliskan dengan qurban (bukan qurban domba). Lalu Nabi Ibrahim ingin memarifatkan orang tuanya, namun orang tuanya menolak.

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad Saw mengingatkan :

"JANGAN ENGKAU BERIKAN ILMU BERMANFAAT ITU KEPADA ORANG YANG TIDAK MEMERLUKAN, ITU ADALAH ZALIM. DAN JANGAN PULA ENGKAU TIDAK MEMBERIKAN KEPADA ORANG YANG MEMERLUKAN, DAN ITU JUGA ZALIM"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar